Welcome to My Blog

Saran dan kritikan dari anda sangat dibutuhkan demi perbaikan mutu blog ini

21 Juli, 2010

KETERBUKAAN DIRI

Dalam kehidupan sosial di masyarakat, individu seringkali dirundung rasa curiga dan tidak percaya diri yang kuat sehingga tidak berani menyampaikan berbagai gejolak atau pun emosi yang ada di dalam dirinya kepada orang lain, apalagi jika menyangkut hal-hal yang dianggapnya tidak baik untuk diketahui orang lain. Akibatnya individu tersebut lebih banyak memendam berbagai persoalan hidup yang akhirnya seringkali terlalu berat untuk ditanggung sendiri sehingga menimbulkan berbagai masalah psikologis maupun fisiologis. Dalam ruang konseling di website ini, banyak pembaca yang mengatakan bahwa mereka sulit sekali mengungkapkan diri (mengatakan pendapat, perasaan, cita-cita, rasa marah, jengkel, dsb) kepada orang lain, bahkan tidak pernah berbagi informasi jika tidak diminta / ditanya. Hal yang menarik adalah mereka mengakui bahwa kondisi tersebut sangat tidak nyaman dan cenderung membuat mereka dijauhi oleh rekan atau pun anggota keluarganya sendiri. Meskipun di satu sisi mereka merasa ragu dan takut untuk mengungkapkan diri, namun di sisi lain mereka merasa bahwa hal tersebut sangat diperlukan untuk meringankan beban diri sendiri.

Menyikapi permasalahan diatas, maka kita perlu mengetahui mengapa pengungkapan diri perlu dilakukan dan mengapa, bagi sebagian individu, hal ini amat sulit untuk dilaksanakan. Pertanyaan mendasar adalah mengapa kita harus memberitahu orang lain tentang diri kita sendiri. Lalu bagaimana cara mengungkapkan diri secara tepat sehingga tidak menimbulkan penyesalan bagi diri sendiri dan menambah beban bagi orang lain.

Dasar Pemikiran

Pengungkapan diri atau “self disclosure” dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri haruslah dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi, atau dengan kata lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan merupakan suatu topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya menampilkan sisi yang baik saja.

Untuk menjawab pertanyaan mengapa seseorang perlu memberitahu orang lain tentang dirinya sendiri, maka hal tersebut harus dilihat sebagai suatu siklus yang melibatkan 3 (tiga) hal yaitu pengungkapan diri, hubungan persahabatan dan penerimaan terhadap diri sendiri. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Merupakan suatu hal yang sangat baik jika anda mengatakan kepada teman atau orang lain yang berinteraksi dengan anda bagaimana mereka dapat mempengaruhi anda. Dengan mengungkapkan perasaan dan berbagi pengalaman maka akan dapat semakin mempererat hubungan persahabatan.
2. Penerimaan teman atau orang lain akan memudahkan anda untuk dapat menerima kondisi diri anda sendiri.
3. Karena anda sudah dapat menerima diri sendiri dan merasa nyaman dengan kondisi tersebut, maka anda lebih mudah untuk mengungkapkan diri sehingga hubungan dengan teman anda terasa lebih menyenangkan.
4. Dengan adanya berbagai masukan dari orang lain, rasa aman yang tinggi, dan penerimaan terhadap diri, maka anda akan dapat melihat diri sendiri secara lebih mendalam dan mampu menyelesaikan berbagai masalah hidup.

Meski diakui bahwa pengungkapan diri sangat penting bagi perkembangan individu, namun sebagian orang masih enggan untuk melakukannya. Pada dasarnya keengganan atau kesulitan individu dalam mengungkapkan diri banyak dilandasi oleh faktor risiko yang akan diterimanya di kemudian hari, di samping karena belum adanya rasa aman dan kepercayaan pada diri sendiri. Risiko yang dimaksud dapat berupa bocornya informasi yang telah diberikan pada seseorang kepada pihak ketiga padahal informasi tersebut dianggap sangat pribadi oleh si pemberi informasi, atau bisa juga informasi yang disampaikan justru menyinggung perasaan orang lain sehingga dapat mengganggu hubungan interpersonal yang sebelumnya sudah terjalin dengan baik. Selain itu pengungkapan diri pada orang atau kondisi yang tidak tepat justru akan menjadi bumerang bagi si pemberi informasi. Selain faktor risiko, faktor pola asuh juga berperan penting. Dalam keluarga atau lingkungan yang tidak mendukung semangat keterbukaan dan kebiasaan berbagi informasi maka individu akan sulit untuk bisa mengungkapkan diri secara tepat. Itulah sebabnya mengapa sebagian orang amat sulit berbagi informasi dengan orang lain, sekali pun informasi tersebut sangat positif bagi dirinya dan orang lain.

Meskipun pengungkapan diri mengandung risiko bagi si pelaku (pemberi informasi) namun para ahli psikologi menganggap bahwa pengungkapan diri sangatlah penting. Hal ini dasarkan pada pendapat yang mengatakan bahwa pengungkapan diri (yang dilakukan secara tepat) merupakan indikasi dari kesehatan mental seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mampu mengungkapkan diri secara tepat terbukti lebih mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya pada diri sendiri, lebih kompeten, extrovert, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif dan percaya terhadap orang lain, lebih obyektif dan terbuka (David Johnson, 1981; dalam mentalhelp.net). Selain itu para ahli psikologi juga meyakini bahwa berbagi informasi dengan orang lain dapat meningkatkan kesehatan jiwa, mencegah penyakit dan mengurangi masalah-masalah psikologis yang menyangkut hubungan interpersonal. Dari segi komunikasi dan pemberian bantuan kepada orang lain, salah satu cara yang dianggap paling tepat dalam membantu orang lain untuk mengungkapkan diri adalah dengan mengungkapkan diri kita kepada orang tersebut terlebih dahulu. Tanpa keberanian untuk mengungkapan diri maka orang lain akan bertindak yang sama, sehingga tidak tercapai komunikasi yang efektif.

Secara lebih lengkap manfaat-manfaat dari pengungkapan diri dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran diri (self-awareness). Dalam proses pemberian informasi kepada orang lain, anda akan lebih jelas dalam menilai kebutuhan, perasaan, dan hal psikologis dalam diri anda. Selain itu, orang lain akan membantu anda dalam memahami diri anda sendiri, melalui berbagai masukan yang diberikan, terutama jika hal itu dilakukan dengan penuh empati dan jujur.
2. Membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua belah pihak. Keterbukaan merupakan suatu hubungan timbal balik, semakin anda terbuka pada orang lain maka orang lain akan berbuat hal yang sama. Dari keterbukaan tersebut maka akan timbul kepercayaan dari kedua pihak sehingga akhirnya akan terjalin hubungan persahabatan yang sejati.
3. Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi yang memungkinkan seseorang untuk menginformasikan suatu hal kepada orang lain secara jelas dan lengkap tentang bagaimana ia memandang suatu situasi, bagaimana perasaannya tentang hal tersebut, apa yang terjadi, dan apa yang diharapkan.
4. Mengurangi rasa malu dan meningkatkan penerimaan diri (self acceptance). Jika orang lain dapat menerima anda maka kemungkinan besar anda pun dapat menerima diri anda.
5. Memecahkan berbagai konflik dan masalah interpersonal. Jika orang lain mengetahui kebutuhan anda, ketakutan, rasa frustrasi anda, dsb, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk bersimpati atau memberikan bantuan sehingga sesuai dengan apa yang anda harapkan.
6. Memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan. Harap diingat bahwa untuk menyimpan suatu rahasia dibutuhkan energi yang besar dan dalam kondisi demikian seseorang akan lebih cepat marah, tegang, pendiam dan tidak riang. Dengan berbagi informasi hal-hal tersebut akan hilang atau berkurang dengan sendirinya.

Beberapa Kiat

Bagi anda yang mengalami masalah dalam mengungkapkan diri kepada orang lain, ada 4 (empat) langkah yang dapat anda lakukan agar pengungkapan diri dapat berjalan efektif. Keempat langkah tersebut adalah:

Langkah 1: Tanyakan pada diri sendiri, sejauhmana saya akan membuka diri? Hal-hal apa yang bisa saya bagi dengan orang lain dan kepada siapa?
Setiap orang memiliki rahasia pribadi. Hal tersebut sangatlah normal karena setiap orang tentu ingin menjaga agar hal-hal khusus tidak perlu diketahui oleh orang lain. Sayangnya banyak rahasia yang sebenarnya justru tidak perlu dirahasiakan karena tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, tetapi karena takut orang lain tidak memahami rahasia tersebut maka rahasia ini disimpan terus-menerus . Hal inilah yang harus diperhatikan oleh anda jika ingin mengungkapkan diri.

Langkah 2: Lakukan persiapan sebelum membuka diri. Atasi terlebih dahulu kekhawatiran dan ketakutan anda.
Untuk mengatasi kekuatiran, ketakutan atau ketidakpercayaan diri, anda dapat memulai pengungkapan diri dengan memilih topik pembicaraan pada hal-hal yang ringan dan santai. Contohnya: berbagi cerita tentang acara televisi atau film yang disukai, perawatan mobil/motor, kegiatan di sekolah atau kantor, dll. Pada awalnya usahakan untuk tidak mengutarakan berbagai perasaan atau opini pribadi. Jika tahapan ini sudah anda lalui dan berhasil dengan baik, barulah anda memilih orang yang dapat anda percayai untuk mengemukakan pendapat pribadi maupun perasaan anda tentang suatu hal, misalnya utarakan apa yang anda rasakan dan apa yang anda harapkan dari teman anda. Secara berangsur-angsur lakukan hal tersebut dengan beberapa yang berbeda. Dengan cara ini anda akan menjadi mudah untuk memulai komunikasi dan selanjutnya menjadi terbiasa dalam berbagi informasi.

Langkah 3: Tingkatkan terus ketrampilan anda dalam mengungkapkan diri. Pelajari cara-cara mengungkapkan diri dan bagaimana memberikan masukan yang bermanfaat.
Pengungkapan diri melibatkan cara-cara penyampaian informasi yang baik dan jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman bagi orang yang menerima informasi tersebut. Jika anda ingin berbagi informasi maka kemukakan hal itu sejelas-jelasnya, hindari ketidakjujuran, kemukakan dengan bahasa sederhana dan jangan berbelit-belit. Jangan berasumsi bahwa orang lain akan memahami anda, mengetahui perasaan dan kebutuhan anda tanpa harus anda katakan. Ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang dapat membaca pikiran anda. Jadi andalah yang harus mengatakan dan menjelaskan apa perasaan anda, apa kebutuhan anda saat ini dan apa yang anda harapkan dari orang lain. Jika ada hal-hal yang anda rasakan kurang jelas, bertanyalah pada saat ini dan jangan berasumsi.

Dalam mengungkapkan diri, secara tidak langsung sebenarnya anda juga memberikan masukan kepada orang lain dan sebaliknya. Oleh karena itu dalam memberikan berbagai masukan kepada teman (orang yang diberi informasi) anda perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Masukan yang diberikan tidak boleh bernada ancaman. Fokuskan pada permasalahan dan bukan pada kepribadian si lawan bicara.
• Fokus pada masalah yang sedang dibahas, jangan ngalur-ngidul ke masalah-masalah lain atau ke masa lalu
• Jangan memberi masukan jika tidak diperlukan, tidak mungkin dilaksanakan atau diterima, atau jika usulan tersebut sudah tidak berguna. Berikan hanya masukan

Langkah 4: Ungkapkan diri anda secara tepat dengan pemilihan waktu dan situasi yang tepat pula.
Agar dapat mengungkapkan diri secara tepat pada waktu atau situasi yang tepat, perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
• Pertama-tama anda harus memiliki suatu alasan mengapa anda perlu membuka diri.
• Dengan siapa anda akan berbicara..teman dekat? orangtua? atasan? kenalan baru? atau siapa?
• Sejauhmana pengungkapan diri anda akan membahayakan diri anda sendiri?

Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut maka anda akan dapat mengungkapkan diri secara tepat dan proporsional sehingga akan bermanfaat bagi diri anda dan orang lain. Bagi anda yang sangat sulit membuka diri kepada orang lain, maka akan sangat baik jika anda membuat semacam catatan kecil tentang hal-hal yang telah anda ungkapkan pada orang lain dan pengaruhnya terhadap perkembangan diri anda.

Mengingat kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan dengan melihat berbagai manfaat yang akan diperoleh jika seseorang dapat mengungkapkan diri secara tepat, maka tidak ada pilihan lain bagi setiap individu selain belajar untuk dapat mengungkapkan diri. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan diri akan sangat merugikan perkembangan jiwa individu yang bersangkutan. Meskipun demikian, keputusan untuk membuka diri dan berbagi informasi dengan orang lain haruslah dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Dengan melihat beberapa kiat diatas, individu diharapkan dapat memiliki kepercayaan diri dalam membuka diri bagi orang lain sehingga dapat tercipta hubungan interpersonal yang sehat. Bahwa dalam kenyataan pasti ada risiko yang harus ditanggung jika seseorang berani mengungkapkan diri kepada orang lain, misalnya informasi yang diberikan dimanipulasi oleh si penerima informasi, atau pun dikhianati oleh orang yang sangat dipercayai, tentu tidak dapat dipungkiri. Namun demikian dengan cara-cara yang bijak dan perencanaan yang baik maka hal itu pasti akan dapat dikurangi. Jika diambil persamaan maka pengungkapan diri sama saja dengan jatuh cinta: ada risiko yang harus ditanggung tetapi amat sulit untuk ditolak. Selamat mencoba.(RH)




Outline TC

MEMUPUK RASA PERCAYA DIRI

Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "tidak pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Saya yakin hampir setiap orang pernah mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut. Ruang konseling di website inipun banyak diwarnai dengan pertanyaan seputar kasus-kasus yang berhubungan dengan krisis kepercayaan diri tersebut. Sudah tentu, hilangnya rasa percaya diri menjadi sesuatu yang amat mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada tantangan atau pun situasi baru. Individu sering berkata pada diri sendiri, “dulu saya tidak penakut seperti ini....kenapa sekarang jadi begini ?” ada juga yang berkata: "kok saya tidak seperti dia,...yang selalu percaya diri...rasanya selalu saja ada yang kurang dari diri saya...saya malu menjadi diri saya!”

Menyikapi kondisi seperti tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan dalam benak kita: mengapa rasa percaya diri begitu penting dalam kehidupan individu. Lalu apakah kurangnya rasa percaya diri dapat diperbaiki sehingga tidak menghambat perkembangan individu dalam menjalankan tugas sehari-hari maupun dalam hubungan interpersonal. Jika memang rasa kurnag percaya diri dapat diperbaiki, langkah-langkah apakah yang harus dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan saya jawab dalam artikel ini.

Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa – karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.

Karakteristik

Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang percaya diri
• Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
• Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
• Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain – berani menjadi diri sendiri
• Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
• Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
• Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag lain dan situasi di luar dirinya
• Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi

Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang kurang percaya diri
• Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
• Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
• Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri – namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
• Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
• Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
• Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
• Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
• Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)
Perkembangan Rasa Percaya Diri

Pola Asuh
Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri – seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya.
Lain halnya dengan orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak, atau suka mengkritik, sering memarahi anak namun kalau anak berbuat baik tidak pernah dipuji, tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai oleh anak, atau pun seolah menunjukkan ketidakpercayaan mereka pada kemampuan dan kemandirian anak dengan sikap overprotective yang makin meningkatkan ketergantungan. Tindakan overprotective orangtua, menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak karena anak tidak belajar mengatasi problem dan tantangannya sendiri – segala sesuatu disediakan dan dibantu orangtua. Anak akan merasa, bahwa dirinya buruk, lemah, tidak dicintai, tidak dibutuhkan, selalu gagal, tidak pernah menyenangkan dan membahagiakan orangtua. Anak akan merasa rendah diri di mata saudara kandungnya yang lain atau di hadapan teman-temannya.
Menurut para psikolog, orangtua dan masyarakat seringkali meletakkan standar dan harapan yang kurang realistik terhadap seorang anak atau pun individu. Sikap suka membanding-bandingkan anak, mempergunjingkan kelemahan anak, atau pun membicarakan kelebihan anak lain di depan anak sendiri, tanpa sadar menjatuhkan harga diri anak-anak tersebut. Selain itu, tanpa sadar masyarakat sering menciptakan trend yang dijadikan standar patokan sebuah prestasi atau pun penerimaan sosial. Contoh kasus yang riil pernah terjadi di tanah air, ketika seorang anak bunuh diri gara-gara dirinya tidak diterima masuk di jurusan A1 (IPA), meski dia sudah bersekolah di tempat yang elit; rupanya sang orangtua mengharap anaknya diterima di A1 atau paling tidak A2, agar kelak bisa menjadi dokter. Atau, orangtua yang memaksakan anaknya ikut les ini dan itu, hanya karena anak-anak lainnya pun demikian.
Situasi ini pada akhirnya mendorong anak tumbuh menjadi individu yang tidak bisa menerima kenyataan dirinya, karena di masa lalu (bahkan hingga kini), setiap orang mengharapkan dirinya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri. Dengan kata lain, memenuhi harapan sosial. Akhirnya, anak tumbuh menjadi individu yang punya pola pikir: bahwa untuk bisa diterima, dihargai, dicintai, dan diakui, harus menyenangkan orang lain dan mengikuti keinginan mereka. Pada saat individu tersebut ditantang untuk menjadi diri sendiri – mereka tidak punya keberanian untuk melakukannya. Rasa percaya dirinya begitu lemah, sementara ketakutannya terlalu besar.

Pola Pikir Negatif
Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian, bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi individu terhadap seseorang atau pun sebuah peristiwa, amat dipengaruhi oleh cara berpikirnya. Individu dengan rasa percaya diri yang lemah, cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinya lah semua negativisme itu berasal. Pola pikir individu yang kurang percaya diri, bercirikan antara lain:
• Menekankan keharusan-keharusan pada diri sendiri (“saya harus bisa begini...saya harus bisa begitu”). Ketika gagal, individu tersebut merasa seluruh hidup dan masa depannya hancur.
• Cara berpikir totalitas dan dualisme : “kalau saya sampai gagal, berarti saya memang jelek”
• Pesimistik yang futuristik : satu saja kegagalan kecil, individu tersebut sudah merasa tidak akan berhasil meraih cita-citanya di masa depan. Misalnya, mendapat nilai C pada salah satu mata kuliah, langsung berpikir dirinya tidak akan lulus sarjana.
• Tidak kritis dan selektif terhadap self-criticism : suka mengkritik diri sendiri dan percaya bahwa dirinya memang pantas dikritik.
• Labeling : mudah menyalahkan diri sendiri dan memberikan sebutan-sebutan negatif, seperti “saya memang bodoh”...”saya ditakdirkan untuk jadi orang susah”, dsb....
• Sulit menerima pujian atau pun hal-hal positif dari orang lain : ketika orang memuji secara tulus, individu langsung merasa tidak enak dan menolak mentah-mentah pujiannya. Ketika diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menerima tugas atau peran yang penting, individu tersebut langsung menolak dengan alasan tidak pantas dan tidak layak untuk menerimanya.
• Suka mengecilkan arti keberhasilan diri sendiri : senang mengingat dan bahkan membesar-besarkan kesalahan yang dibuat, namun mengecilkan keberhasilan yang pernah diraih. Satu kesalahan kecil, membuat individu langsung merasa menjadi orang tidak berguna.

Memupuk Rasa Percaya Diri
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya. Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangkan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.

Evaluasi diri secara obyektif
Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar “kekayaan” pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua asset-asset berharga Anda dan temukan asset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi perkembangan diri Anda, seperti : pola berpikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.

Beri penghargaan yang jujur terhadap diri
Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu Anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri – hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.

Positive thinking
Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak Anda. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobody’s perfect dan it’s okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan Anda. Hati-hatilah agar masa depan Anda tidak rusak karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di re-view kembali secara logis dan rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.

Gunakan self-affirmation
Untuk memerangi negative thinking, gunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya:
• Saya pasti bisa !!
• Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya !
• Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan
• Sayalah yang memegang kendali hidup ini
• Saya bangga pada diri sendiri

Berani mengambil resiko
Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, Anda bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, Anda tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya, Anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko ditolak. Jika Anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil resiko. Ingat: No Risk, No Gain.

Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan
Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan “beban” seperti itu, bagaimana individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat “cemburu” hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang Anda alami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup Anda.

Menetapkan tujuan yang realistik
Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang Anda tetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian anda akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan.
Mungkin masih ada beberapa cara lain yang efektif untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Jika anda dapat melakukan beberapa hal serpti yang disarankan di atas, niscaya anada akan terbebas dari krisis kepercayaan diri. Namun demikian satu hal perlu diingat baik-baik adalah jangan sampai anda mengalami over confidence atau rasa percaya diri yang berlebih-lebihan/overdosis. Rasa percaya diri yang overdosis bukanlah menggambar kondisi kejiwaan yang sehat karena hal tersebut merupakan rasa percaya diri yang bersifat semu.
Rasa percaya diri yang berlebihan pada umumnya tidak bersumber dari potensi diri yang ada, namun lebih didasari oleh tekanan-tekanan yang mungkin datang dari orangtua dan masyarakat (sosial), hingga tanpa sadar melandasi motivasi individu untuk “harus” menjadi orang sukses. Selain itu, persepsi yang keliru pun dapat menimbulkan asumsi yang keliru tentang diri sendiri hingga rasa percaya diri yang begitu besar tidak dilandasi oleh kemampuan yang nyata. Hal ini pun bisa didapat dari lingkungan di mana individu di besarkan, dari teman-teman (peer group) atau dari dirinya sendiri (konsep diri yang tidak sehat). Contohnya, seorang anak yang sejak lahir ditanamkan oleh orangtua, bahwa dirinya adalah spesial, istimewa, pandai, pasti akan menjadi orang sukses, dsb – namun dalam perjalanan waktu anak itu sendiri tidak pernah punya track record of success yang riil dan original (atas dasar usahanya sendiri). Akibatnya, anak tersebut tumbuh menjadi seorang manipulator dan dan otoriter – memperalat, menguasai dan mengendalikan orang lain untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Rasa percaya diri pada individu seperti itu tidaklah didasarkan oleh real competence, tapi lebih pada faktor-faktor pendukung eksternal, seperti kekayaan, jabatan, koneksi, relasi, back up power keluarga, nama besar orangtua, dsb. Jadi, jika semua atribut itu ditanggalkan, maka sang individu tersebut bukan siapa-siapa.

From TC Outline

Konsep diri

Masalah-masalah rumit yang dialami manusia, seringkali dan bahkan hampir semua, sebenarnya berasal dari dalam diri. Mereka tanpa sadar menciptakan mata rantai masalah yang berakar dari problem konsep diri. Dengan kemampuan berpikir dan menilai, manusia malah suka menilai yang macam-macam terhadap diri sendiri maupun sesuatu atau orang lain – dan bahkan meyakini persepsinya yang belum tentu obyektif. Dari situlah muncul problem seperti inferioritas, kurang percaya diri, dan hobi mengkritik diri sendiri. Artikel berikut akan mengulas tentang konsep diri, apa dan bagaimana konsep diri berpengaruh terhadap munculnya problem yang dialami manusia sehari-hari.

Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain.

Sebaliknya seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, namun lebih menjadikannya sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang.

Proses Pembentukan Konsep Diri

Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua yang misalnya : suka memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah, dsb - dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan atau pun kebodohan dirinya. Jadi anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.

Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa dirinya pandai dan selalu berhasil mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika dia mendapat angka merah. Bisa saja saat itu ia jadi merasa “bodoh”, namun karena dasar keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI

Berbagai faktor dapat mempengaruhi proses pembentukan konsep diri seseorang, seperti:

* Pola asuh orang tua

Pola asuh orang tua seperti sudah diuraikan di atas turut menjadi faktor signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orang tua yang terbaca oleh anak, akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orang tua akan mengundang pertanyaan pada anak, dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai; dan semua itu akibat kekurangan yang ada padanya sehingga orang tua tidak sayang.

* Kegagalan

Kegagalan yang terus menerus dialami seringkali menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan membuat orang merasa dirinya tidak berguna.

* Depresi

Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala sesuatunya, termasuk menilai diri sendiri. Segala situasi atau stimulus yang netral akan dipersepsi secara negatif. Misalnya, tidak diundang ke sebuah pesta, maka berpikir bahwa karena saya “miskin” maka saya tidak pantas diundang. Orang yang depresi sulit melihat apakah dirinya mampu survive menjalani kehidupan selanjutnya. Orang yang depresi akan menjadi super sensitif dan cenderung mudah tersinggung atau “termakan” ucapan orang.

* Kritik internal

Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi regulator atau rambu-rambu dalam bertindak dan berperilaku agar keberadaan kita diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi dengan baik.


MERUBAH KONSEP DIRI

Seringkali diri kita sendirilah yang menyebabkan persoalan bertambah rumit dengan berpikir yang tidak-tidak terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun, dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalami perubahan ke arah yang lebih positif. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri yang positif :



* Bersikap obyektif dalam mengenali diri sendiri

Jangan abaikan pengalaman positif atau pun keberhasilan sekecil apapun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa Anda dapat membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu sekaligus. You can’t be all things to all people, you can’t do all things at once, you just do the best you could in every way....



* Hargailah diri sendiri

Tidak ada orang lain yang lebih menghargai diri kita selain diri sendiri. Jikalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri sendiri, tidak mampu memandang hal-hal baik dan positif terhadap diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal baik yang ada dalam diri orang lain secara positif? Jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaimana orang lain bisa menghargai diri kita ?

* Jangan memusuhi diri sendiri

Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustrasi yang dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya.

* Berpikir positif dan rasional

We are what we think. All that we are arises with our thoughts. With our thoughts, we make the world (The Buddha). Jadi, semua itu banyak tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, baik itu persoalan maupun terhadap seseorang. Jadi, kendalikan pikiran kita jika pikiran itu mulai menyesatkan jiwa dan raga.

Disadur dari : Outline Materi TC

19 Juli, 2010

About My Heart

Baru kali ini aku merasakan jatuh cinta pada seorang gadis, pertemuan yang kupikir inilah yang telah direncanakan Rabbku untukku dan untuk dirinya. Aku tak tahu mengapa aku bisa merasakan hal itu. Ada sesuatu hal yang berbeda yang tidak pernah kujumpai sebelumnya. Apakah itu cinta, atau hanya nafsu yang tidak kusadari datangnya.

Aku pernah bertanya kepadanya,bahwa aku selalu berdoa dalam setiap sujudku untuk dapat dipertemukan dengannya dalam suatu ikatan yang baik. dan responnya, Ia mengamini apa yang kudoakan.Aku lantas berpikir, apakah Ia menerimaku??. pernah hal itu kutanyakan padanya, namun ketidakpastian yang terjawab dari kata-katanya. Namun secercah optimisme padaku, bahwa suatu saat aku dapat bersamanya.

Dari situlah aku mulai sadar akan keberadaan diriku, karena diriku dan dirinya ibarat langit dan bumi. Dia bagaikan bidadari, sementara aku??!!. bukannya merendahkan, namun itulah kenyataan yang aku tahu bahwa itu adalah diriku, meski aku juga belum mengenal secara mendalam tentang dirinya, yang kutahu bahwa bahasa hatiku menyuruhku untuk mendapatkannya. Perlahan-lahan aku mulai membenahi diri satu persatu, demi untuk mendapatkan keindahan meski kuyakini bahwa seharusnya aku mencintai Rabbku dan melakukan segala usaha hanya untuk rabbku.
Arus Searah (DC)
Pada rangkaian DC hanya melibatkan arus dan tegangan searah, yaitu arus dan tegangan
yang tidak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaian DC meliputi:

i) baterai
ii) hambatan dan
iii) kawat penghantar

Baterai menghasilkan e.m.f untuk menggerakkan elektron yang akhirnya menghasilkan
aliran listrik. Sebutan “rangkaian” sangat cocok digunakan karena dalam hal ini harus terjadi suatu lintasan elektron secara lengkap – meninggalkan kutub negatif dan kembali ke kutub positif. Hambatan kawat penghantar sedemikian kecilnya sehingga dalam prakteknya harganya dapat diabaikan. Bentuk hambatan (resistor) di pasaran sangat bervariasi, berharga mulai 0,1 W sammpai 10 MW atau lebih besar lagi. Resistor standar untuk toleransi ± 10 % biasanya bernilai resistansi kelipatan 10 atau 0,1 dari:
10 12 15 18 22 27 33 39 47 56 68 82
Sebuah rangkaian yang sangat sederhana terdiri atas sebuah baterai dengan sebuah resistor ditunjukkan pada gambar  Perhatikan bagaimana kedua elemen
tersebut digambarkan dan bagaimana menunjukkan arah arus (dari kutub positif
melewati resistor menuju kutub negatif).

i) Sebuah saklar untuk memutus rangkaian.
ii) Sebuah resistor dengan simbol r (huruf kecil) untuk menunjukkan fakta bahwa tegangan baterai cenderung untuk menurun saat arus yang ditarik dari baterai tersebut dinaikkan.
Saklar mempunyai dua kondisi:

ON : Kondisi ini biasa disebut sebagai “hubung singkat” (shot circuit), dimana secara ideal mempunyai karakteristik: V = 0 untuk semua harga I (yaitu R = 0)
OFF : Kondisi dimana arus tidak mengalir atau biasa disebut sebagai “rangkaian terbuka” (open circuit), secara ideal mempunyai karakteristik: I = 0 untuk semua harga V (yaitu R = ¥).

Untuk menganalisis lebih lanjut, rangkaian di atas perlu dipahami hukum dasar rangkaian yang disebut hukum Kirchhoff. Terdapat beberapa cara untuk menyatakan hukum Kirchhoff, kita coba untuk menyatakan supaya mudah diingat:

15 Juli, 2010

Keajaiban Siklus Matahari

MATAHARI dalam perjalanan evolusinya sebagai sebuah bintang menunjukkan sifat-sifat dinamis, baik di lapisan luar (fotosfer, kromosfer, korona) maupun lapisan dalam. Salah satu keajaiban perilaku evolusi matahari adalah fenomena siklus aktivitas 11 tahun.

Siklus merupakan perulangan peristiwa yang biasa terjadi di alam. Siang berganti malam, akibat rotasi bumi pada porosnya. Musim silih berganti akibat kemiringan poros rotasi bumi terhadap bidang orbitnya mengitari matahari (ekuator bumi membentuk sudut 23,5 derajat terhadap bidang ekliptika). Dan matahari ternyata juga memiliki siklus aktivitas.

Berbagai perioda siklus matahari telah diidentifikasi, baik dalam jangka puluhan maupun ratusan tahun. Salah satu yang mudah diamati adalah siklus aktivitas 11 tahun. Fenomena ini bahkan sudah diketahui oleh para pengamat matahari sejak abad ke-17, mengingat metoda yang digunakan sangatlah sederhana, yaitu menghitung jumlah bintik secara rutin setiap hari.

Adalah seorang Galileo Galilei yang membuat terobosan besar dalam sejarah pengamatan astronomi. Setelah merampungkan teleskop buatan sendiri tahun 1610, salah satu benda langit yang menjadi sasaran adalah matahari. Ia takjub lantaran permukaan matahari dihiasi bintik-bintik hitam secara acak dan berkelompok. Bila diamati dari hari ke hari ternyata jumlah bintik dalam suatu kelompok berubah, demikian pula jumlah kelompok bintik secara keseluruhan.

Sayangnya, Galileo tidak melakukan observasi setiap hari dalam kurun waktu panjang. Karena itu ia bukanlah penemu salah satu misteri akbar yang menjadi bagian dari evolusi Matahari, yaitu pemunculan bintik mengikuti suatu pola tertentu atau siklus. Entah secara kebetulan, dalam kurun waktu tahun 1645 - 1715, pemunculan bintik sangat sedikit. Rentang waktu matahari dalam kondisi 'tidak aktif' ini disebut sebagai Mauder Minimum. Hal ini pula yang mungkin menyebabkan fenomena siklus aktivitas matahari tidak diketahui sebelum tahun 1715.

Satu hal yang menarik, aktivitas matahari minimum itu ternyata menyebabkan suhu seluruh muka bumi sangat dingin sepanjang tahun. Sungai di kawasan lintang rendah yang biasanya tidak membeku pun jadi beku, dan salju menutupi di berbagai belahan dunia. Tak berlebihan bila masa itu disebut Little Ice Age. Ada bukti-bukti abad es ini pernah terjadi jauh di masa lampau. Akankah bumi mengalami abad es kembali di masa yang akan datang? Pemahaman perilaku siklus matahari diharapkan dapat menjawab teka-teki ini.

Siklus Matahari

Pengamatan matahari secara sistematis mulai dilakukan di Observatorium Zurich tahun 1749, atau lebih dari seabad setelah pengamatan Galileo. Selama berpuluh-puluh tahun observatorium ini menjadi pelopor dalam pengamatan Matahari. Dari ketekunan dan jerih payah selama puluhan tahun ini, akhirnya terungkap pemunculan bintik mengikuti suatu siklus dengan perioda sekira 11 tahun.

Meski fenomena itu sudah diketahui ratusan tahun silam, perilaku atau sifat-sifat siklus aktivitas matahari 11 tahun masih merupakan topik penelitian yang relevan dilakukan oleh para peneliti pada saat ini. Entah dalam upaya untuk memahami fisika matahari maupun mengaji pengaruhnya bagi lingkungan tata surya. Khususnya, pengaruh aktivitas itu terhadap lingkungan bumi, yang lebih pupuler dengan sebutan cuaca antariksa (space weather).

Satu abad kemudian, yaitu tahun 1849, observatorium lainnya (Royal Greenwich Observatory, Inggris) memulai pengamatan Matahari secara rutin. Dengan demikian, data dari kedua observatorium tersebut saling melengkapi. Ada kalanya sebuah observatorium tidak mungkin melakukan pengamatan karena kondisi cuaca ataupun teleskop dalam perawatan.

Siklus 11 tahun aktivitas matahari merupakan suatu keajaiban alam. Bagaimana sebenarnya proses pembangkitan siklus 11 tahun itu, hingga kini masih menjadi topik penelitian menarik bagi para ahli. Dari berbagai studi yang telah dilakukan, terungkap pembangkitan siklus itu berkaitan dengan proses internal matahari. Terjadi pada suatu lapisan di bawah fotosfer yang disebut lapisan konvektif.

Lapisan konvektif mempunyai ketebalan sekira 30 dari jari-jari matahari. Namun, lapisan ini memunyai peranan penting dalam proses penjalaran energi yang dibangkitkan oleh inti matahari sebelum dipancarkan keluar dari fotosfer. Di antara inti dan lapisan konvektif terdapat lapisan radiatif.

Satu-satunya teori yang bisa menjelaskan fenomena siklus 11 tahun secara tepat adalah teori "Dinamo Matahari" (Solar Dynamo). Seorang pakar bidang ini, Prof. Hirokazu Yoshimura dari Departemen Astronomi, Universitas Tokyo, telah melakukan studi intensif proses dinamo matahari melalui simulasi 3D menggunakan komputer. Begitu ketatnya menjaga kerahasiaan penelitian yang tengah dilakukan, laboratorium tempat ia bekerja senantiasa tertutup rapat. Salah seorang staf Matahari Watukosek-LAPAN, Maspul Aini Kambry, boleh jadi satu-satunya orang Indonesia yang sering berdiskusi di dalam laboratoriumnya ketika ia mengambil program doktor.

Melalui kerja sama penelitian, mereka berhasil membuktikan adanya siklus 55 tahun (55 years grand cycle) berdasarkan hasil simulasi dinamo matahari, yang dikonfirmasi melalui analisis observasi bintik menggunakan data dari National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ). Penemuan yang dituangkan dalam tesis doktor M.A. Kambry, sempat diekspos salah satu koran terkemuka Jepang, Yomiuri Shimbun, setelah dipresentasikan dalam suatu simposium astronomi (tenmon gakkai) di Jepang, 13 tahun silam


oleh : lucky girl pada Pebruari 15, 2009

“Membedah Pemikiran Pluralis Di Indonesia” Islam dan Pluralitas(isme) Agama

Kata “pluralisme” berasal dari bahasa Inggris, pluralism. Kata ini diduga berasal dari bahasa Latin, plures, yang berarti beberapa dengan implikasi perbedaan. Dari asal-usul kata ini diketahui bahwa pluralisme agama tidak menghendaki keseragaman bentuk agama. Sebab, ketika keseragaman sudah terjadi, maka tidak ada lagi pluralitas agama (religious plurality). Keseragaman itu sesuatu yang mustahil. Allah menjelaskan bahwa sekiranya Tuhanmu berkehendak niscaya kalian akan dijadikan dalam satu umat. Pluralisme agama tidak identik dengan model beragama secara eklektik, yaitu mengambil bagian-bagian tertentu dalam suatu agama dan membuang sebagiannya untuk kemudian mengambil bagian yang lain dalam agama lain dan membuang bagian yang tak relevan dari agama yang lain itu. Pluralisme agama tidak hendak menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Frans Magnis-Suseno berpendapat bahwa menghormati agama orang lain tidak ada hubungannya dengan ucapan bahwa semua agama adalah sama. Agama-agama jelas berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan syari`at yang menyertai agama-agama menunjukkan bahwa agama tidaklah sama. Setiap agama memiliki konteks partikularitasnya sendiri sehingga tak mungkin semua agama menjadi sebangun dan sama persis. Yang dikehendaki dari gagasan pluralisme agama adalah adanya pengakuan secara aktif terhadap agama lain. Agama lain ada sebagaimana keberadaan agama yang dipeluk diri yang bersangkutan. Setiap agama punya hak hidup.
Nurcholish Madjid menegaskan, pluralisme tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia mengakui hak kelompok agama lain untuk ada, melainkan juga mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar perdamaian dan saling menghormati. Allah berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi dalam urusan agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. QS, al-Mumtahanah [60]: ayat 8 Paparan di atas menyampaikan pada suatu pengertian sederhana bahwa pluralisme agama adalah suatu sistem nilai yang memandang keberagaman atau kemajemukan agama secara positif sekaligus optimis dengan menerimanya sebagai kenyataan (sunnatullâh) dan berupaya untuk berbuat sebaik mungkin berdasarkan kenyataan itu. Dikatakan secara positif, agar umat beragama tidak memandang pluralitas agama sebagai kemungkaran yang harus dibasmi. Dinyatakan secara optimis, karena kemajemukan agama itu sesungguhnya sebuah potensi agar setiap umat terus berlomba menciptakan kebaikan di bumi

Pendidikan Yang Membebaskan

Paradigma dalam pendidikan merupakan suatu hal yang mendasar bagi system pendidikan itu sendiri, dimana dari paradigm ini, dibangunlah mainstream dalm mekanisasi proses pendidikan. Tentunya pendidikan haruslah menjadikan manusia seutuhnya. Manusia yang mempu memahami hakikat kediriannya sebagai mahluk Tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan mahluk-mahluk lainnya. Sehingganya manusia mampu melaksanakan upaya-upaya pencapaian tujuan hidupnya.
Terdapat berbagai pandangan dikalangan pendidik yang berpikir secara radikal. Dimana pendidikan hari ini pada dasarnya tidak pernah lepas dari dominasi ataupun intevensi situaasi politik dan bersifat untuk melanggengkan kepentingan para penguasa. Pendidikan dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi kepentingan segolongan orang tertentu. Oleh karenanya pendidikan hanya sebatas menhasilkan struktur social dan dan system nya dengan ketidak adilan seperti relasi kelas, gender dan status social. Pandangan inilah yang dikenal dengan teori reproduksi pedidikan. Namun tidak dapat dinafikan bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari konteks social yang dalam tatanan yang berkembang dalam suatu maasyarakat.
Sebgai anti tesis dari teori tersebut, dimana teori reproduksi dikalangan pendidik radikal, mengasumsikan bahwa proses reproduksi haruslah menghasilkan kesadaran kritis yang kemudian akan menghasilkan kesadaran kelas, kesadaran gender, ataupun kesadaran kritis lainnya. Konsep inilah yang menjadikan pendidikan sebagai salah satu pembebas bagi manusia. Mengapa tidak, manusia dalam perkembangannya mengalami dehumanisasi, entah itu ekspliotasi, hegemoni dan dominasi budaya, dominasi gender ataupun lainnya.
Oleh karenanya pendidikan seharusnya menjadi sebuah sarana untuk memproduksi kesadaran secara kritis sebagai sebuah langkah awal pembebasan manusia. Yang dalam hal ini membangkitkan kesadaran kritis manusia akan eksistensinya, dimana sesuai dengan prinsip Freirean dimana pendidikan adalah sebuah upaya sadar untuk kembali memanusiakan manusia.
Paradigma dalam pendidikan merupakan suatu hal yang mendasar bagi system pendidikan itu sendiri, dimana dari paradigm ini, dibangunlah mainstream dalm mekanisasi proses pendidikan. Tentunya pendidikan haruslah menjadikan manusia seutuhnya. Manusia yang mempu memahami hakikat kediriannya sebagai mahluk Tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan mahluk-mahluk lainnya. Sehingganya manusia mampu melaksanakan upaya-upaya pencapaian tujuan hidupnya.
Terdapat berbagai pandangan dikalangan pendidik yang berpikir secara radikal. Dimana pendidikan hari ini pada dasarnya tidak pernah lepas dari dominasi ataupun intevensi situaasi politik dan bersifat untuk melanggengkan kepentingan para penguasa. Pendidikan dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi kepentingan segolongan orang tertentu. Oleh karenanya pendidikan hanya sebatas menhasilkan struktur social dan dan system nya dengan ketidak adilan seperti relasi kelas, gender dan status social. Pandangan inilah yang dikenal dengan teori reproduksi pedidikan. Namun tidak dapat dinafikan bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari konteks social yang dalam tatanan yang berkembang dalam suatu maasyarakat.
Sebgai anti tesis dari teori tersebut, dimana teori reproduksi dikalangan pendidik radikal, mengasumsikan bahwa proses reproduksi haruslah menghasilkan kesadaran kritis yang kemudian akan menghasilkan kesadaran kelas, kesadaran gender, ataupun kesadaran kritis lainnya. Konsep inilah yang menjadikan pendidikan sebagai salah satu pembebas bagi manusia. Mengapa tidak, manusia dalam perkembangannya mengalami dehumanisasi, entah itu ekspliotasi, hegemoni dan dominasi budaya, dominasi gender ataupun lainnya.
Oleh karenanya pendidikan seharusnya menjadi sebuah sarana untuk memproduksi kesadaran secara kritis sebagai sebuah langkah awal pembebasan manusia. Yang dalam hal ini membangkitkan kesadaran kritis manusia akan eksistensinya, dimana sesuai dengan prinsip Freirean dimana pendidikan adalah sebuah upaya sadar untuk kembali memanusiakan manusia.

Utopisme dan Irasionalitas Sistem Khilafah

Jiika khilafah diklaim sebagai sistem pemerintahan Islam yang universal, sesungguhnya akan mudah saja bagi kita menemukan sistem itu dipraktikkan di seantero Arab yang memiliki hubungan genealogis erat dengan sejarah kelahiran khilafah. Tapi yang terjadi adalah, hampir tidak ada negara-negara Timur Tengah yang mengadopsi sistem khilafah sebagai sistem negara modern. Tidak sedikit yang justru beralih mengadopsi sistem republik atau republik demokratis.
Proliferasi gerakan Islam berideologi kanan di Indonesia beberapa tahun belakangan, membuka kembali perdebatan tentang khilafah Islam. Ini terjadi karena Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), salah satu eksponen gerakan Islam ideologis di Indonesia, mengusung gagasan perlunya kembali ke sistem khilafah sebagai solusi semua problem yang dihadapi bangsa-bangsa dunia, termasuk Indonesia. Tulisan ini bermaksud mengkaji utopisme dan irasionalitas adopsi sistem khilafah Islam dalam konteks modernitas.
Irasionalitas mengadopsi sistem khilafah dalam konteks masa kini, sebenarnya bisa diidentifikasi melalui pelacakan setting dan struktur sosial suatu masyarakat. Kajian tentang sejarah pembentukan dan evolusi bentuk-bentuk pemerintahan di negara-negara Arab yang dilakukan Nazih al-Ayubi (1995) dalam Overstating Arab States, bisa dijadikan salah satu contoh. Al-Ayubi menggunakan kerangka teori Marxisme tentang mode of production untuk menganalisis evolusi sistem kenegaraan di dunia Arab. Tapi yang terjadi ketika menggunakan kerangka teori tersebut? Kegagalan dalam menjelaskan fenomena yang terjadi di Arab sana. Kerangka teori Marxisme mengidentifikasi bahwa suprastuktur negara sangat ditentukan oleh basis masyarakat. Oleh Marx, basis itu tidak lain adalah mode of production dan relasi antar para pemilik sarana-sarana produksi. Di masyarakat Barat di mana Marx menelurkan gagasannya, sarana produksi lebih bersifat modern. Tapi dalam masyarakat Arab pra-Islam, mode of production seperti yang diandaikan Marx tidaklah ada. Yang berlangsung adalah apa yang disebut dengan Asiatic mode of production atau model produksi Asia, di mana pemilik unsur-unsur produksi adalah tribe (suku). Yang dimiliki tidak lain adalah tanah. Penguasaan unsur produksi pada akhirnya ditentukan oleh pemilikan atas tanah. Untuk membuktikan bahwa basis menentukan suprastruktur, pendekatan Marxian bisa diterapkan di sini. Karena dominasi pemilikan tanah ada di tangan suku, maka proses penentuan suprastruktur negara sangat ditentukan oleh ikatan-ikatan primordial yang kemudian dikenalkan oleh Ibn Khaldun dengan nama ashabiyah (fanatisme).
Dalam konteks inilah, Ibn Khaldun kemudian mengintrodusir gagasan bahwa satu-satunya jalan untuk mengontrol negara adalah dengan peperangan, sehingga terjadi pergeseran pola produksi dari Asiatic mode of production kepada tributary, military atau conquest mode of production. Lahirnya imperium Islam, sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari mode produksi seperti ini. Jika dilihat secara kasar, tributary mode of production ini sebenarnya terjadi dalam satu sistem pemerintahan bernama khilafah.
Dalam konteks ini, simplifikasi khilafah sebagai sistem pemerintahan yang terbaik menjadi sangat ahistoris. Dengan melihat struktur sosial di atas, khilafah sama sekali bukan sistem Islam. Ia adalah produk zaman, di mana sistem kenegaraan didasarkan tribe atau puak sangat mendominasi. Lahirnya sistem khilafah adalah evolusi dari sistem dan mekanisme yang berkembang dalam tradisi masyarakat Arab pra-Islam. Karena itu, dia mengandung unsur-unsur partikularistik yang tidak bisa diadopsi begitu saja dalam konteks masyarakat yang memiliki sistem sosial yang berbeda.
Karena itu, jika khilafah diklaim sebagai sistem pemerintahan Islam yang universal, sesungguhnya akan mudah saja bagi kita menemukan sistem itu dipraktikkan di seantero Arab yang memiliki hubungan genealogis erat dengan sejarah kelahiran khilafah. Tapi yang terjadi adalah, hampir tidak ada negara-negara Timur Tengah yang mengadopsi sistem khilafah sebagai sistem negara modern. Tidak sedikit yang justru beralih mengadopsi sistem republik atau republik demokratis. Ini menunjukkan bahwa sistem bernegara adalah sesuatu yang bersifat evolutif dan merupakan human construction atau konstruksi manusia yang tidak terlalu jauh melibatkan Tuhan.
Dengan menjadikan negara-negara Arab sebagai objek pengamatan, Ibn Khaldun juga sampai pada kesimpulan bahwa terdapat lima tahapan perkembangan dan keruntuhan suatu negara: konsolidasi, tirani, eksploitasi hak-hak istimewa, perdamaian serta desolusi, dan pembusukan (Fakhry, 2003: 342). Pada tahapan yang terakhir ini, kekuasaan akan mengalami pembusukan, karena menurut Ibn Khaldun, telah terjadi penyalahgunaan hak milik publik untuk kesenangan penguasa (monarch).
Apa yang diidentifikasi Khaldun ini tentu terjadi dalam sebuah konteks di mana khilafah menjadi sistem dominan bagi bangsa-bangsa Arab di masa lampau. Karena besarnya potensi penyimpangan yang luar biasa pada sistem khilafah itulah, menjadi maklum kalau negara-negara Arab belakangan ini mulai melirik demokrasi sebagai sistem alternatif (Richard N. Hass, 2003).
Tentu demokrasi tidak sepenuhnya baik. Tapi sampai hari ini, demokrasi selalu dirujuk sebagai sistem pemerintahan terbaik. Di banding sistem pemerintahan lainnya, demokrasi termasuk yang paling reliable atau andal. Dan dalam demokrasi sendiri, terdapat varian-varian yang cukup beragam. Tapi keragaman varian itu sah saja sepanjang nilai-nilai dasar demokrasi tetap diberlakukan.
Tapi sementara kelompok menolak demokrasi atas dasar keyakinan bahwa hukum Tuhan adalah hukum terbaik. Gagasan ini sangat utopis dan terlampau abstrak. Bagaimana hukum Tuhan yang abstrak itu akan diberlakukan untuk menangani persoalan-persoalan kemanusiaan, kalau tidak juga melewati campur tangan manusia. Sementara pada awal pewahyuan saja hukum-hukum Tuhan itu masih memerlukan penjelasan teoretik dan praksis dari Nabi, apatah lagi di masa kita yang hidup di alam yang jauh dari Nabi. Penafsiran hukum-hukum Tuhan tidak pernah bisa dielakkan. Dalam konteks itu, demokrasi juga dapat disebut sebagai kreasi manusia untuk mengaktualisasi hukum Tuhan dalam konteks profanitas kehidupan manusia. Demokrasi tidak bermakna hilangnya suara Tuhan.
Bahwa Islam punya banyak sistem dalam mengatur kehidupan, tentu bisa dibenarkan. Tapi klaim bahwa Islam punya sistem bernegara yang lebih baik juga kesimpulan yang terburu-buru. Namun demikian, Islam punya hak dan potensi untuk mengadopsi nilai-nilai demokrasi yang tidak destruktif. Di luar soal dari mana demokrasi berasal, nilai-nilai demokrasi sebenarnya sangat kompatibel dengan Islam. Karena itu, yang diperlukan bukan semata-mata mengadopsi demokrasi ala Barat itu, melainkan melakukan “ekstraksi” sehingga nilai-nilai demokrasi yang sudah universal pada dasarnya itu bisa bertemu dengan gagasan Islam yang rahmatan lil `alamin.
Para filosof muslim telah memberikan teladan, bagaimana melakukan akselerasi warisan filsafat Yunani dengan nilai-nilai genuine Islam, sehingga lahirlah filsafat Islam yang kaya dan sarat dengan nilai-nilai Islam. Tapi meski begitu, mereka juga tidak menafikan perujukan terhadap filsafat Yunani sebagai inspirasi. Pilihan untuk meninggalkan sistem khilafah dan menggantinya dengan demokrasi justru menunjukkan kekayaan Islam dan fleksibilitas agama ini dalam melakukan akselerasi dengan perubahan.

Aku dan Rabbku

ku ini adalah diriMu
jiwa ini adalah jiwaMU
dengan mataMu ku memandang
dengan telingaMu ku mendengar
dengan lidahMu aku bicara!!
.........................
.........................
(By :Once (Dewa 19)

syair lagu diatas merupakan pengenalan dimensi ketuhanan melalui diri manusia. dalam sebuah bahasa seorang arif mengatakan " Man arafa nafsahu faqad arafa rabbah", barang siapa yang mengenal dirinya, maka is akan mengenal tuhannya". Konsep wahdatul wujud yang dipaparkan oleh Suhrawardi sangatlah jelas mengekspresikan nilai-nilai ketuhanan dalam diri manusia.

ketika ditanya, dari manakah kamu dibuat,??
dijawab: dari tanah"
lalu ditanya lagi, tanah itu dari apa?
dari atom-atom", ditanya lagi atom-atom itu dari proton, elektron dan neutron. lalu unsur-unsur atom itu dari mana???.
apakah ada sesuatu dari alam kosmos ini yang berada diliuar jangkauan ALLAH!!!
pada pertanyaan ini kita tentu akan bingung!!, ada yang menjawab Allahu Alambisshowab(hanya Allah yang mengetahui). Namun apakah manusia tidak layak untuk mengetahui itu??.
yang pastinya segala sesuatu datangnya dari ALLAH, semua orang pasti yakin akan hal itu. anak kecil aja tahu!!. maka ketika ditarik garis lurus diatntara asal muasal tersebut, maka kita akan smapai pda suatu kesimpulan bahwa ternyata materi maupun immateri dari manusia adalh berasal dari Allah.
konsep wahdatul wujud(penyatuan wujud) telah menjadi hal penting untuk dikaji, namun pada tataran lain kita dilarang untuk mempertanyakan, apalgi mengkaji itu, karena itu bukan wilayah nalar!!!
apakh itu benar??, apakah ada stndar baku yang menjadi batasan nalar?? dan kalu ada, apakh hal tersebut merupakan salah satu bagian dari batasan nalar??

Hal inilah yang pernah didemonstrasikan oleh Alhallaj (tokoh sufi mahsyur dijamannya) mengatakan "AnnAllah, AnnAllah (akulah Allah, akulah Allah). sehingga beliau dianggap sesat dan dihukum mati karenanya, sama halnya pula yang dilakukan oleh tokoh sufi ditanah air kita yakni Syekh Siti Jenar dengan ajaran" Manunggaling kawula Gusti". yang pada akhirnya pula dihukum mati oleh para wali songo.

lalu bagaimana dengan kita, bagaimana pengetahuan kita tentang tuhan?? terbesit dibenak kiita, Tuhan itu adalah Zat yang menciptakan Alam semesta, dari mana tahu??. logika sedehana kita akan menjawab, kan kalau ada yang diciptakan, pasti ada yang mencipta. tidak mungkin tercipta dengan sendirinya. atau palinng, kita akan menjawab,"kan ada dalam kitab suci, itu yang ayat sekian tuh". akibatnya kita hanya terkondisikan oleh wilayah-wlayah normatif atau tekstual. tanpa ada eksplorasi yang lebih mendalam. atau ada yang paling ekstrem lagi menjawab dengan memaki dalil, bahwa kita tidak boleh menyakan tentang tuhan. karena ada bias interpretasi akibatnya pemahaman ketuhanan kita hanya terpaut pada kondisi diatas.
Ilmu Allah sangatlah luas, smapai air dilautan pun tidak akan cukup sebagai tinta untuk menulisnya, dan tidak ada salahnya jika kita berusaha untuk menyelaminya.

13 Juli, 2010

Apakah ini Bapaknya TIK?



Alexander Graham Bell
Apakah ini Bapaknya TIK? (Teknologi Info Komunikasi) Salah satu kata yang sering muncul di dunia sains di film, novel dan komik adalah "Mad" (Gila), misalnya kita sering mendengar "Mad Scientist". Tetapi seperti kata 'benci' diangkat sebagai singkatan untuk 'benar-benar cinta', 'gila' adalah singaktan untuk 'giat lankah'. Kalau kita melaksankan sesuatu yang luar biasa kita sering disebut gila, pada hal itu bisa sebagai langkah awal ke sesuatu yang dapat merubah gaya hidup manusia di seluruh dunia, misalnya lampu listrik, telpon, dll. Tanpa orang gila begini kita tidak dapat cepat maju!.

Sains adalah ilmu yang seperti ilmu lain terus menambahkan pengetahuan dari penelitian oleh orang yang berdisiplin dan rajin. Tetapi seringkali kemajuan sains muncul dari idea yang dari awal dianggap gila. Kita harus berani dan percaya diri, dan ingat bahwa kita dapat gagal 1000 kali dalam kegiatan percobaan, tetapi kita hanya perlu berhasil sekali, dan idea kita sudah terbukti.
Sains dan Teknologi telah melekat erat ke dalam setiap gaya hidup dan kehidupan modern, bahkan begitu pentingnya bagi pelajar, dan menjadi tuntutan dalam kehidupan professional kita, maka belajar sains dan mengembangan ketrampilan sains dan teknologi pada saat ini adalah sangat penting dan menjadi keniscayaan.

Pentingnya terampil berkomunikasi dapat dibuktikan secara sepintas melalui berbagai surat kabar harian/koran. Kebanyakan lowongan pekerjaan untuk posisi-posisi penting selalu mempersyaratkan penguasaan teknologi. Bahkan saat ini begitu terasa pentingnya bagi para pelajar Indonesia bertepatan dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan investasi asing di Indonesia.

Mengenai Saya

Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia
Science is My Way of Life